Tipe sistem pengapian pada sepeda motor pada umumnya dibagi menjadi sebagai berikut :
- Sistem Pengapian Konvensional (menggunakan contact breaker/platina)
- Sistem Pengapian Dengan Magnet (Flywheel Generator/ Magneto Ignition System)
- Sistem Pengapian Dengan Baterai (Battery And Coil Ignition System)
- Sistem Pengapian Elektronik (Electronic Ignition System)
- Sistem Pengapian Semi-Transistor (Dengan Platina)
- Sistem Pengapian Full Transistor (Tanpa Platina)
- Sistem Pengapian CDI (Capacitor Discharge Ignition)
Sistem Pengapian Dengan Magnet (Flywheel Generator/ Magneto Ignition System)
Sistem pengapian flywheel magnet merupakan sistem pengapian yang paling sederhana dalam menghasilkan percikan bunga api di busi dan telah terkenal penggunaannya dalam pengapian motor-motor kecil sebelum munculnya pengapian elektronik. Keuntungan dari sistem pengapian ini yaitu tidak tergantung pada baterai untuk menghidupkan awal mesin karena sumber tegangan langsung berasal dari source coil (koil sumber/pengisi) sendiri. Seperti yang telah dijelaskan pada bagian yang lain (lihat bagian sumber tegangan pada sepeda motor), yang menghasilkan arus listrik adalah alternator atau flywheel magneto. Sistem pengapian magnet terdiri dari rotor yang berisi magnet permanen/tetap, dan stator yang berisi ignition coil (koil/spool pengapian) dan spool lampu. Rotor diikatkan ke salah satu ujung crankshaft (poros engkol) dan berputar bersama crankshaft tersebut serta berfungsi juga sebagai flywheel (roda gila) tambahan. Arus listrik dihasilkan oleh alternator atau flywheel magneto adalah arus listrik bolak-balik atau AC (Alternating Currrent). Hal ini terjadi karena arah kutub magnet berubah secara terus menerus dari utara ke selatan saat magnet berputar.
Sistem pengapian flywheel magnet merupakan sistem pengapian yang paling sederhana dalam menghasilkan percikan bunga api di busi dan telah terkenal penggunaannya dalam pengapian motor-motor kecil sebelum munculnya pengapian elektronik. Keuntungan dari sistem pengapian ini yaitu tidak tergantung pada baterai untuk menghidupkan awal mesin karena sumber tegangan langsung berasal dari source coil (koil sumber/pengisi) sendiri. Seperti yang telah dijelaskan pada bagian yang lain (lihat bagian sumber tegangan pada sepeda motor), yang menghasilkan arus listrik adalah alternator atau flywheel magneto. Sistem pengapian magnet terdiri dari rotor yang berisi magnet permanen/tetap, dan stator yang berisi ignition coil (koil/spool pengapian) dan spool lampu. Rotor diikatkan ke salah satu ujung crankshaft (poros engkol) dan berputar bersama crankshaft tersebut serta berfungsi juga sebagai flywheel (roda gila) tambahan. Arus listrik dihasilkan oleh alternator atau flywheel magneto adalah arus listrik bolak-balik atau AC (Alternating Currrent). Hal ini terjadi karena arah kutub magnet berubah secara terus menerus dari utara ke selatan saat magnet berputar.
1. Cara Kerja Sistem Pengapian Magnet
Prinsip kerja dari sistem
pengapian ini adalah seperti “transfer/pemindahan energi” atau
“pembangkitan medan magnet”. Source coil pengapian terhubung dengan
kumparan primer koil pengapian.
Diantara dua komponen (koil) tersebut dipasang platina (contact
breaker/contact point) yang berfungsi sebagai saklar dan dipasang secara
paralel dengan koil-koil tadi. Gambar di bawah ini adalah
contoh rangkaian sistem pengapian magnet pada sepeda motor.
Pada saat
platina dalam keadaan menutup, maka arus yang dihasilkan magnet akan
mengalir ke massa melalui platina, sedangkan pada koil pengapian tidak
ada arus yang mengalir. Saat posisi rotor sedemikian rupa sehingga arus
yang dihasilkan source coil sedang maksimum, platina terbuka oleh
cam/nok. Kejadian ini menyebabkan arus ke massa lewat platina terputus
dan arus mengalir ke kumparan primer koil dalam bentuk tegangan induksi
sekitar 200V – 300V. Karena perbandingan kumparan sekunder lebih banyak
dibanding kumparan primer, maka pada kumparan sekunder terjadi induksi
yang lebih besar sekitar 10KV – 20KV yang bisa membuat terjadinya
percikan bunga api pada busi untuk membakar campuran bahan bakar dan
udara.
Induksi ini disebut induksi bersama (mutual induction). Untuk menghasilkan tegangan induksi yang besar maka pada saat platina mulai membuka, tidak boleh ada percikan bunga api dan aliran arus pada platina tersebut yang cenderung ingin terus mengalirnya ke massa. Oleh karena itu, pada rangkaian sistem pengapian dipasangkan kondensor/kapasitor untuk mengatasi percikan pada platina saat mulai membuka.
Induksi ini disebut induksi bersama (mutual induction). Untuk menghasilkan tegangan induksi yang besar maka pada saat platina mulai membuka, tidak boleh ada percikan bunga api dan aliran arus pada platina tersebut yang cenderung ingin terus mengalirnya ke massa. Oleh karena itu, pada rangkaian sistem pengapian dipasangkan kondensor/kapasitor untuk mengatasi percikan pada platina saat mulai membuka.
2. Pengontrolan waktu pengapian (ignition timing)
Pada umumnya, pengontrolan waktu pengapian pada sistem pengapian magnet generasi awal telah
di set oleh pabrik pembuatnya. Posisi stator telah ditentukan
sedemikian rupa sehingga untuk merubah/membuat variasi saat
pengapiannya tidak dapat dilakukan. Walau demikian pengubahan waktu
pengapian masih dapat dilakukan dengan jumlah variasi yang kecil yaitu
dengan merubah celah platina. Perubahan saat pengapian yang cukup kecil
tadi masih cukup untuk motor kecil dua langkah, sedangkan untuk motor
yang lebih besar dan empat langkah dibutuhkan pemajuan (advance) saat
pengapian yang lebih besar seiring dengan naiknya putaran mesin. Untuk
mengatasinya dipasangkan unit pengatur saat pengapian otomatis atau ATU
(Automatic Timing Unit).
ATU terdiri dari sebuah piringan yang di bagian tengahnya terdapat
pin (pasak) yang membawa cam (nok). Cam dapat berputar pada pin, tetapi
pergerakkannya dikontrol oleh dua buah pegas pemberat. Pada saat
kecepatan idle dan rendah, pegas menahan cam ke posisi memundurkan
(retarded) saat pengapian. Sedangkan pada saat kecepatan mesin
dinaikkan, pemberat akan terlempar ke arah luar karena gaya gravitasi
saat pengapian. Hal ini akan berakibat cam berputar dan terjadi pemajuan (advance).
Semakin naik putaran mesin, maka pemajuan saat pengapian pun semakin
bertambah maksimum pemajuan seki-tar +20 0 putaran sudut crankshaft
Sistem Pengapian Konvensional dengan Baterai (Battery And Coil Ignition System)
Sistem pengapian konvensional baterai merupakan sistem pengapian yang
mendapat sumber tegangan tidak dari source coil lagi, melainkan
langsung dari sistem kelistrikan
utama mesin, yaitu baterai. Baterai berfungsi sebagai tempat menyimpan
energi listrik. Sistem pengapian ini akan lebih menguntungkan karena
lebih kuat dan stabil dalam memberikan suplai tegangan, baik untuk
pengapian itu sendiri maupun untuk aksesoris seperti sistem penerangan.
1. Cara kerja sistem pengapian baterai.
Cara kerja sistem pengapian
konvensional baterai pada dasarnya sama dengan sistem pengapian
konvensional magnet. Namun terdapat perbedaan dalam
pemasangan/perangaian platina. Dalam sistem pengapian magnet, platina
dirangkai secara paralel dengan koil pengapian, sedangkan dalam sistem
pengapian baterai dirangkai secara seri. Oleh karena itu, dalam sistem
pengapian baterai, rangkaian primer pengapian baru akan terjadi secara
sempurna (arus mengalir dari baterai sampai massa) jika posisi platina
dalam keadaan tertutup.
Pada saat ignition switch (kunci kontak) dinyalakan, dan posisi platina dalam keadaan menutup, arus dari baterai mengalir ke massa melalui kumparan primer koil pengapian dan platina. Dengan mengalirnya arus tersebut, pada inti besi koil pengapian akan timbul medan magnet. Pada saat platina terbuka oleh cam, aliran arus pada rangkaian primer akan terputus.Hal ini akan menyebabkan terjadi induksi sendiri pada kumparan primer sebesar 200 V – 300 V. Karena perbandingan kumparan sekunder lebih banyak dibanding kumparan primer, maka pada kumparan sekunder terjadi induksi yang lebih besar sekitar 10KV – 20KV yang bisa membuat terjadinya percikan bunga api pada busi untuk pembakaran campuran bahan bakar dan udara. Induksi ini disebut induksi bersama (mutual induction).
Pada saat ignition switch (kunci kontak) dinyalakan, dan posisi platina dalam keadaan menutup, arus dari baterai mengalir ke massa melalui kumparan primer koil pengapian dan platina. Dengan mengalirnya arus tersebut, pada inti besi koil pengapian akan timbul medan magnet. Pada saat platina terbuka oleh cam, aliran arus pada rangkaian primer akan terputus.Hal ini akan menyebabkan terjadi induksi sendiri pada kumparan primer sebesar 200 V – 300 V. Karena perbandingan kumparan sekunder lebih banyak dibanding kumparan primer, maka pada kumparan sekunder terjadi induksi yang lebih besar sekitar 10KV – 20KV yang bisa membuat terjadinya percikan bunga api pada busi untuk pembakaran campuran bahan bakar dan udara. Induksi ini disebut induksi bersama (mutual induction).
Sama halnya seperti pada sistem pengapian konvensional yang
menggunakan magnet, untuk menghasilkan tegangan induksi yang besar maka
pada saat platina mulai membuka, tidak boleh ada percikan bunga api dan
aliran arus dari platina tyang cenderung ingin terus mengalirkannya ke
massa. Oleh karena itu, pada rangkaian sistem pengapian baterai juga
dipasang kondensor/kapasitor untuk mengatasi percikan pada platina saat
mulai membuka tersebut.
2. Pengontrolan saat pengapian (ignition timing) sistem pengapian
baterai
Untuk mengatur dan mengontrol saat pengapian pada sistem
pengapian baterai, dipasangkan unit pengatur saat pengapian otomatis
(ATU). Mengenai konstruksi dan cara kerja sudah dijelaskan dalam sistem
pengapian magnet (lihat bagian pengontrolan saat pengapian sistem
pengapian magnet).
Sistem Pengapian Elektronik (Electronic Ignition System)
Sistem pengapian elektronik pada sepeda motor dibuat untuk mengatasi
kelemahan-kelemahan yang terjadi pada sistem pengapian konvensional,
baik yang menggunakan baterai maupun magnet. Pada pengapian konvensional
umumnya kesulitan membuat komponen seperti contact breaker (platina)
dan unit pengatur saat pengapian otomatis yang cukup presisi (teliti)
untuk menjamin keterandalan dari kerja mesin. Bahkan saat dipakai pada
kondisi normalpun, keausan komponen tersebut tidak dapat dihindari.
Terdapat beberapa macam sistem pengapian elektronik yang digunakan pada
sepeda motor, diantaranya:
1. Sistem pengapian semi transistor (dilengkapi platina) Cara kerja Sistem Pengapian Semi-Transistor Apabila kunci kontak
(ignition switch) posisi “on” dan platina dalam posisi tertutup, maka
arus listrik mengalir dari terminal E pada TR1 ke `terminal B.
Selanjutnya melalui R1 dan platina, arus mengalir ke massa, sehingga TR1
menjadi ON. Dengan demikian arus dari terminal E TR1 mengalir ke
terminal C. Selanjutnya arus mengalir melalui R2 menuju terminal B terus
ke terminal E pada TR2 yang diteruskan ke massa. |
Akibat dari kejadian arus listrik yang mengalir dari B ke E pada TR2
yang diteruskan ke massa tersebut menyebabkan mengalirnya arus listrik
dari kunci kontak ke kumparan primer, terminal C, E pada TR2 terus ke
massa. Dengan mengalirnya arus pada rangkaian primer tersebut, maka
terjadi kemagnetan pada kumparan primer koil pengapian.
Apabila platina terbuka maka TR1 akan Off dan TR2 juga akan Off
sehingga timbul induksi pada kumparan – kumparan ignition coil (koil
pengapian) yang menyebabkan timbulnya tegangan tinggi pada kumparan
sekunder. Induksi pada kumparan sekunder membuat terjadinya percikan
bunga api pada busi untuk pembakaran campuran bahan bakar dan udara.
2. Sistem pengapian full transistor (tanpa platina)
Dalam banyak hal,
sistem pengapian elektronik full tansistor sama dengan pangapian
elektronik CDI. Diantaranya adalah tidak terdapatnya bagian-bagian yang
bergerak (secara mekanik) dan mengandalkanmagnetic trigger (magnet
pemicu) dan sistem “pick up coil” untuk memberikan sinyal ke control
unit guna menghasilkan percikan bunga api pada busi. Sedangkan salah
satu perbedaannya adalah pada sistem pengapian transistor menggunakan
prinsip “field collapse”(menghilangkan/ menjatuhkan kemagnetan) dan pada
sistem pengapian CDI menggunakan prinsip “field build-up”
(membangkitkan kemagnetan).Pengapian CDI telah menjadi metode untuk
mengontrol pengapian yang disenangi dalam beberapa tahun belakangan ini.
Namun, seiring dengan perkembangan transistor yang bergandengan dengan
berkembangnya pengontrolan dari tipe analog ke tipe digital,
perusahaan/pabrik mulai mengembangkan sistem pengapian transistor. Cara
Kerja Sistem Pengapian Full Transistor Secara umum, pada sistem
pengapian transistor arus yang mengalir dari baterai dihubungkan dan
diputuskan oleh sebuah transistor yang sinyalnya berasal dari pick up
coil (koil pemberi sinyal). Akibatnya tegangan tinggi terinduksi dalam
koil pengapian (ignition coil).
Adapun cara kerja secara lebih detilnya adalah sebagai berikut (lihat
gambar 4.47): Ketika kunci kontak di-on-kan, arus mengalir menuju
terminal E TR1 (transistor 1) melalui sekring, kunci kontak, tahanan (R)
pada unit igniter yang selanjutnya diteruskan ke massa. Akibatnya TR1
menjadi ON sehingga arus mengalir ke kumparan primer koil pengapian
menuju ke massa melalui terminal C – E pada TR1.Pada saat yang
bersamaan, sewaktu mesin berputar (hidup) timing plate tempat kedudukan
reluctor juga ikut berputar.
Ketika saat pengapian telah memberikan sinyal, sebuah arus akan
terinduksi di dalam pick up coil dan arus tersebut akan dialirkan ke
terminal B pada TR2 terus ke massa. Akibatnya TR2 menjadi ON, sehingga
arus yang mengalir dari batrai saat ini disalurkan ke massa melewati
terminal C – E pada TR2. Dengan kejadian ini TR1 akan menjadi OFF
sehingga akan memutuskan arus yang menuju kumparan primer coil
pengapian.
Selanjutnya akan terjadi tegangan induksi pada kumparan primer dan
kumparan sekunder koil pengapian. Karena perbandingan kumparan sekunder
lebih banyak dibanding kumparan primer, maka pada kumparan sekunder
terjadi induksi yang lebih besar sekitar yang bisa membuat terjadinya
percikan bunga api pada busi untuk pembakaran campuran bahan bakar dan
udara.
3. Sistem pengapian Capacitor Discharge Ignition (CDI)
Capacitor
Discharge Ignition (CDI) merupakan sistem pengapian elektronik yang
sangat populer digunakan pada sepeda motor saat ini. Sistem pengapian
CDI terbukti lebih menguntungkan dan lebih baik dibanding sistem
pengapian konvensional (menggunakan platina).Dengan sistem CDI, tegangan
pengapian yang dihasilkan lebih besar (sekitar 40 KV) dan stabil
sehingga proses pembakaran campuran bensin dan udara bisa berpeluang
makin sempurna. Dengan demikian, terjadinya endapan karbon pada busi
juga bisa dihindari. Selain itu, dengan sistem CDI tidak memerlukan
penyetelan seperti penyetelan pada platina.
Peran platina telah digantikan oleh oleh thyristor sebagai saklar
elektronik dan pulser coil atau “pick-up coil” (koil pulsa generator)
yang dipasang dekat flywheel generator atau rotor alternator
(kadang-kadang pulser coil menyatu sebagai bagian dari komponen dalam
piringan stator, kadang-kadang dipasang secara terpisah). Secara umum
beberapa kelebihansistem pengapian CDI dibandingkan dengan sistem
pengapian konvensional adalah antara lain :
- Tidak memerlukan penyetelan saat pengapian, karena saat pengapian terjadi secara otomatis yang diatur secara elektronik.
- Lebih stabil, karena tidak ada loncatan bunga api seperti yang terjadi pada breaker point (platina) sistem pengapian konvensional.
- Mesin mudah distart, karena tidak tergantung pada kondisi platina.
- Unit CDI dikemas dalam kotak plastik yang dicetak sehingga tahan terhadap air dan goncangan.
- Pemeliharaan lebih mudah, karena kemungkinan aus pada titik kontak platina tidak ada. Pada umumnya sistem CDI terdiri dari sebuah thyristor atau sering disebut sebagai silicon-controlled rectifier (SCR), sebuah kapasitor (kondensator), sepasang dioda, dan rangkaian tambahan untuk mengontrol pemajuan saat pengapian. SCR merupakan komponen elektronik yang berfungsi sebagai saklar elektronik. Sedangkan kapasitor merupakan komponen elektronik yang dapat menyimpan energi listrik dalam jangka waktu tertentu.Dikatakan dalam jangka waktu tertentu karena walaupun kapasitor diisi sejumlah muatan listrik, muatan tersebut akan habis setelah beberapa saat. Dioda merupakan komponen semikonduktor yang memungkinkan arus listrik mengalir pada satu arah (forward bias) yaitu, dari arah anoda ke katoda, dan mencegah arus listrik mengalir pada arah yag berlawanansebaliknya (reverse bias).
Sistem
pengapian semi transistor merupakan sistem pengapian elektronik yang
masih menggunakan platina. Namun demikian, fungsi dari platina (breaker
point) tidak sama persis seperti pada pengapian konvensional. Aliran
arus dari rangkaian primer tidak langsung diputuskan dan dihubungkan
oleh platina, tapi perannya diganti oleh transistor sehingga platina
cenderung lebih awet (tidak cepat aus) karena tidak langsung menerima
beban arus yang besar dari rangkaian primer tersebut. Dalam hal ini
platina hanyalah bertugas sebagai switch (saklar) untuk meng-on-kan dan
meng-off-kan transistor.Arus listrik yang mengalir melalui platina
diperkecil dan platina diusahakan tidak berhubungan langsung dengan
kumparan primer agar tidak arus induksi yang mengalir saat platina
membuka. Terjadinya percikan bunga api pada busi yaitu saat transistor
off disebabkan oleh arus dari rangkaian primer yang menuju ke massa
(ground) terputus, sehingga terjadi induksi pada koil pengapian.
Berdasarkan sumber arusnya, sistem CDI dibedakan atas sistem CDI-AC (arus bolakbalik) dan sistem CDI DC (arus searah).
- Sistem Pengapian CDI-AC Sistem CDI-AC pada umumnya terdapat pada
sistem pengapian elektronik yang suplai tegangannya berasal dari source
coil (koil pengisi/sumber) dalam flywheel magnet (flywheel generator).
Contoh ilustrasi komponen-komponen CDI-AC. Pada saat magnet permanen
(dalam flywheel magnet) berputar, maka akan dihasilkan arus listrik AC
dalam bentuk induksi listrik dari source coil seperti terlihat pada
gambar 4.49 di bawah ini.Arus ini akan diterima oleh CDI unit dengan
tegangan sebesar 100 sampai 400 volt. Arus tersebut selanjutnya dirubah
menjadi arus setengah gelombang (menjadi arus searah) oleh diode,
kemudian disimpan dalam kondensor (kapasitor) dalam CDI unit. Dengan
berfungsinya SCR tersebut, menyebabkan kapasitor melepaskan arus
(discharge) dengan cepat.
Kemudian arus mengalir ke kumparan primer (primary coil) koil
pengapian untuk menghasilkan tegangan sebesar 100 sampai 400 volt
sebagai tegangan induksi sendiri (lihat arah panah aliran arus pada
kumparan primer koil). Akibat induksi diri dari kumparan primer
tersebut, kemudian terjadi induksi dalam kumparan sekunder dengan
tegangan sebesar 15 KV sampai 20 KV.
Tegangan tinggi tersebut selanjutnya mengalir ke busi dalam bentuk loncatan bunga api yang akan membakar campuran bensin dan udara dalam ruang bakar. Terjadinya tegangan tinggi pada koil pengapian adalah saat koil pulsa dilewati oleh magnet, ini berarti waktu pengapian (Ignition Timing) ditentukan oleh penetapan posisi koil pulsa, sehingga sistem pengapian CDI tidak memerlukan penyetelan waktu pengapian seperti pada sistem pengapian konvensional.
Pemajuan saat pengapian terjadi secara otomatis yaitu saat pengapian dimajukan bersama dengan bertambahnya tegangan koil pulsa akibat kecepatan putaran motor. Selain itu SCR pada sistem pengapian CDI bekerja lebih cepat dari contact breaker (platina) dan kapasitor melakukan pengosongan arus (discharge) sangat cepat, sehingga kumparan sekunder koil pengapian teriduksi dengan cepat dan menghasilkan tegangan yang cukup tinggi untuk memercikan bunga api pada busi. - Sistem Pengapian CDI-DC Sistem pengapian CDI ini menggunakan arus
yang bersumber dari baterai.Jalur kelistrikan pada sistem pengapian CDI
dengan sumber arus DC ini adalah arus pertama kali dihasilkan oleh
kumparan pengisian akibat putaran magnet yang selanjutnya disearahkan
dengan menggunakan Cuprok (Rectifier) kemudian dihubungkan ke baterai
untuk melakukan proses pengisian (Charging System).Dari baterai arus ini
dihubungkan ke kunci kontak, CDI unit, koil pengapian dan ke busi.Cara
kerja sistem pengapian CDI dengan arus DC yaitu pada saat kunci kontak
di ON-kan, arus akan mengalir dari baterai menuju sakelar. Bila sakelar
ON maka arus akan mengalir ke kumparan penguat arus dalam CDI yang
meningkatkan tegangan dari baterai (12 Volt DC menjadi 220 Volt AC).
Selanjutnya, arus disearahkan melalui dioda dan kemudian dialirkan ke
kondensor untuk disimpan sementara. Akibat putaran mesin, koil pulsa
menghasilkan arus yang kemudian mengaktifkan SCR, sehingga memicu
kondensor/kapasitor untuk mengalirkan arus ke kumparan primer koil
pengapian.
Pada saat terjadi pemutusan arus yang mengalir pada kumparan primer koil pengapian, maka timbul tegangan induksi pada kedua kumparan yaitu kumparan primer dan kumparan sekunder dan menghasilkan loncatan bunga api pada busi untuk melakukan pembakaran campuran bahan bakar dan udara.
No comments:
Post a Comment